EX – POSE.NET, NATUNA – Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau menyarankan Bupati Natuna untuk melakukan kewenangan dan pengawasan kegiatan tambang pasir kuarsa. Rabu, (06/07/2022).
Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan izin pertambangan pasir kuarsa yang dikeluarkan di Natuna.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau, Lagat Parroha Patar Siadari mengatakan, setiap kepala pemerintah daerah kabupaten atau kota dapat melakukan pengawasan kegiatan tambang di wilayahnya. Meski pun pemerintah daerah tidak dapat mengeluarkan atau membatalkan izin tambang.
“Pengawasannya seperti memastikan izin dilakukan dengan tepat. Misal wilayah izin usaha pertambangan 10 hektare, pastikan para korporasi tidak melakukan pertambangan di luar wilayah yang ditetapkan,” ujar Lagat Parroha Patar Siadari
Lagat melanjutkan, Bupati Natuna juga dapat menyampaikan penolakan dan keberatan atas beroperasinya tambang pasir di Natuna jika kegiatan tersebut berpotensi merusak lingkungan. Penyampaian penolakan tersebut bisa diteruskan kepada Gubernur atau Kepala Dinas ESDM Kepulauan Riau.
Dalam Undang-Undang Dasar Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan kewenangan pertambangan ada di Pemerintah Pusat atau Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba).
Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian perizinan berusaha kepada pemerintah daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Sesuai UU No 3 Tahun 2020 terkait pertambangan ada di pusat. Tapi sedang ada masa transisi pendelegasian kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal ini gubernur. Maka, sampaikan keberatan jika berpotensi merusak,” kata Lagat Parroha Patar Siadari.
Dia menggambarkan, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau akan membentuk tim teknis setelah ada laporan dari Bupati Natuna terkait tambang pasir yang dianggap merusak lingkungan. Nantinya tim teknis akan melakukan kajian terhadap laporan tersebut.
Biasanya, tim teknis juga akan melibatkan korporasi atau investor tambang di Kepulauan Riau. Jika terdapat kerusakan lingkungan, maka dana deposit sebesar Rp110 juta per hektare yang disetor oleh korporasi pertambangan ke pemerintah, dapat digunakan untuk restorasi lingkungan atau reklamasi di daerah.
“Kalau ada kerusakan, maka dapat direvisi. Tapi kalau tidak, maka pertambangan harus diizinkan demi kepastian hukum. Pak Bupati tidak harus membiarkan saja karena itu wilayahnya, jadi diawasi,” pungkasnya. (Tim/rvi)