“Dengan adanya instruksi pemaksaan itu justru telah mengurangi pendapatan masyarakat Sukoharjo sendiri yang sehari-hari berjualan sembako, salah satunya beras. Apa pemerintah daerah tidak memikirkan dampaknya itu,” imbuh Kusuma.
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Sekretariat Daerah Sukoharjo, Widodo, membenarkan adanya informasi tersebut. Meski demikian, dia mengatakan kebijakan itu hanya imbauan dan tidak ada pelanggaran di dalamnya.
“Tidak ada pelanggaran, sifatnya itu hanya imbauan kepada ASN karena kan untuk memperomosikan beras di Sukoharjo agar terangkat. Agar tidak diambil dari daerah lain untuk campuran,” jelasnya.
“Karena beras dari Sukoharjo kan kualitas premium, kualitas bagus, sehingga biasanya diambil daerah lain untuk campuran-campuran,” imbuhnya.
Dia mengatakan surat edaran tersebut selain bersifat imbauan, sekaligus sebagai bentuk fasilitasi dari Pemda. Mengingat pengembangan padi jenis IP400 diprediksi produksinya akan melimpah. Sehingga langkah tersebut dipilih untuk membantu memberdayakan petani agar perekonomian mereka juga bisa meningkat. Sementara Pemda hanya bisa membantu melalui ASN.
“ASN kita imbau untuk membeli sesuai dengan jabatan. Kalau CV itu kan sudah mewadahi, sudah membawahi dengan Badan Usaha Milik Petani [BUMP]. CV itu sudah bekerjasama dengan perusahaan penggilingan padi dan BUMP yang dimiliki oleh Gapoktan itu. Sehingga nanti ada satu pintu untuk memudahkan transaksi dan kualitasnya biar bisa dimonitor terus. Agar tidak ada perbedaan ketika dikirimkan, agar ada keseragaman,” terangnya.
Saat ditanya kemungkinan adanya monopoli akibat penunjukan salah satu CV, dia menegaskan CV itu hanya menjembatani dan mengambil beras dari Persatuan Pengilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia atau Perpadi itu.
“Itu bukan perda kok, itu person per person. Sehingga itu hanya mengimbau saja, sehingga pemda hanya memfasilitasi saja. Petani kan kalau tidak ada seperti itu nanti produksi berasnya akan diberikan ke mana, sehingga ada satu pintu,” ujarnya. [Red].