Menu

Mode Gelap

NEWS · 5 Jan 2023 17:42 WIB

8 Fraksi Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Pengamat: Tak Relevan


 8 Fraksi Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Pengamat: Tak Relevan Perbesar

8 Fraksi Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Pengamat: Tak Relevan

EX-POSE, Purworejo – Sebanyak 8 dari 9 fraksi di DPR RI sepakat tolak sistem pemilu proporsional tertutup. Delapan fraksi tersebut antara lain Golkar, PPP, PAN, PKB, NasDem, PKS, Demokrat, dan Gerindra. Berbeda dengan 8 fraksi tersebut PDIP mendukung sistem proporsional tertutup.

Sekjen PDIP Hasto menyampaikan bahwa alasan PDIP mendukung sistem proporsional tertutup. Atau coblos partai karena hal tersebut akan mendesain penentuan caleg. Berdasarkan kompetensinya, bukan popularitas.

“Sistem ini bisa mendorong para akademisi, tokoh agama. Dan tokoh-tokoh purnawirawan terpilih menjadi caleg,” kata Hasto di kantor DPP PDIP, Selasa (3/1/2023).

Rizal Fadilah pengamat politik yang juga seorang aktifis berpendapat bahwa kegalauan mengenai sistem proporsional tertutup. Atau terbuka harus di jawab bukan dengan bolak balik seperti setrikaan. Jika sudah memahami bahwa sistem proporsional itu tidak demokratis. Maka harus di ubah menjadi sistem distrik.

Sistem proporsional telah terbukti banyak kelemahan, baik itu pada sistem proporsional terbuka maupun tertutup. Pertama, dengan sistem Pemilu proporsional tertutup maka partai menjadi penentu. Kader atau figur  hanya menjadi pajangan.

BACA JUGA :  Inilah 5 Pasangan Zodiak Yang Beruntung Memiliki Hubungan Yang Luar Biasa

“Vote getter muncul untuk mendulang suara dengan cara menipu pemilih. Pada proporsional terbuka yang  terjadi adalah ambivalensi. Pura-pura memilih orang, prakteknya tetap Partai dominan. Pertarungan internal tidak sehat antar kader sangat dimungkinkan,” katanya pada, Kamis, 5 Januari 2022.

“Kedua, sistem Pemilu proporsional menyebabkan muncul kedaulatan Fraksi di lembaga legislatif. Peran personal anggota Dewan dibatasi bahkan di kendalikan,” sambungnya.

Karenanya sistem ini sulit atau minim menghasilkan anggota Dewan yang berkualitas dan kritis. Patuh pada arahan Fraksi adalah jalan aman.

Ketiga, berlaku Hak Recall (penarikan/penggantian) terutama pada proporsional tertutup. Partai dapat menarik anggota Dewan yang berseberangan dengan kebijakan Fraksi atau Partai. Pada proporsional terbuka pola penggantian disiasati dengan pemecatan terlebih dahulu.

“Sistem ini memunculkan anggota Dewan yang penakut. Anggota yang senantiasa  merasa terancam dan tersandera,” ucapnya.

BACA JUGA :  KN Pulau Nipah-321 Tinggalkan Changi Naval Base Singapura

Keempat, sistem proporsional membangun otoritarian. Anggota Dewan tergantung Fraksi dan Fraksi tergantung pada kemauan Partai. Sulit dipungkiri bahwa kebijakan Partai sangat tergantung pada peran dan keputusan Ketua Umum. Jadi sistem ini secara tak sadar turut andil dalam menciptakan kepemimpinan yang bersifat otoriter.

“Kelima, budaya membayar “mahar” tumbuh subur”. Karena kader harus berikhtiar masuk dalam nomor bagus dalam urutan yang diajukan. Rakyat disodori bacaan bahwa nomor urut kecil adalah unggulan Partai. Untuk mendapat nomor bagus itulah “mahar” di perlukan,” katanya.

Keburukan sistem proporsional baik terbuka maupun tertutup harus di jawab dengan sistem Pemilu Distrik. Sistem distrik dipastikan lebih demokratis karena rakyat betul-betul memilih wakilnya secara personal. Memilih langsung orang yang di tawarkan oleh Partai dalam kompetisi dengan figur dari Partai lain dalam satu distrik.

“Peluang besar untuk menghasilkan wakil rakyat yang lebih kualitatif dan representatif. Tidak ada dominasi Partai melalui Fraksi di Parlemen. Peran politik dari wakil rakyat lebih menonjol. Lebih bebas untuk menyuarakan atau memperjuangkan aspirasi rakyat,” katanya.

BACA JUGA :  Jokowi Apresiasi Produksi Blok Rokan Milik Pertamina Meningkat

Sistem distrik berkonsekuensi pada terjadinya penyederhanaan Partai Politik secara alami. Dua atau tiga Partai dapat mengajukan satu calon kuat untuk berkompetisi.

Pilihan apakah sistem proporsional tertutup, proporsional terbuka atau sistem distrik tentu tergantung pada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya,” ucapnya.

“Gugatan MK harus dijadikan mekanisme untuk menguji kelayakan suatu produk hukum. Bahan untuk menentukan pilihan. Wacana tentang penerapan kembali sistem proporsional tertutup adalah suatu kemunduran. Jika ingin maju maka pilihannya adalah Pemilu dengan Sistem Distrik,” pungkasnya.

 

Penulis : Wahyu Alif
Editor : Refer 

 

Berita Lain : Tingkatkan Partisipasi Politik Jelang Pemilu 2024, Kemenkumham Jateng Adakan Diseminasi Layanan Parpol

 

8 Fraksi / EX-POSE

 

Visited 7 times, 1 visit(s) today
Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin oleh Presiden RI Prabowo

7 November 2024 - 18:16 WIB

sidang kabinet

DJKI dan Kantor KI Uni Eropa Sepakat Jalin Kerja Sama

11 Juli 2024 - 23:31 WIB

Teater Roempoet Art Fest

11 Juli 2024 - 01:05 WIB

Presiden RI Kirim Bantuan Kemanusiaan ke Papua Nugini dan Afghanistan

9 Juli 2024 - 01:32 WIB

Pilot Pesawat Tempur Sukhoi SU 27/30 Skadron 11, Tiba di Jatim

7 Juli 2024 - 21:39 WIB

Panglima TNI Mendampingi Presiden RI, Luncurkan Program Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat

3 Juli 2024 - 15:45 WIB

Trending di NEWS