EX-POSE.NET, SUKOHARJO || Tanah aset Desa Gedangan yang diduga diperjualbelikan itu adalah harta negara yang dititipkan pengelolaannya kepada Pemerintah Kabupaten Sukoharjo
Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) RI Jawa Tengah (Jateng), mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo, Jawa Tengah (Jateng), melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pelepasan tanah aset Desa Gedangan, Kecamatan Grogol.
Kami melaporkan secara resmi dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan tanah aset Desa Gedangan. Siapapun yang terlibat dalam persoalan ini harus diproses hukum,” kata Ketua Umum LAPAAN RI DR. BRM Kusuma Putra, SH., MH., saat di Kejari Sukoharjo, Senin (12/9/2022).
Dengan adanya laporan resmi tersebut, ia berharap bisa menjadi pintu masuk Kejari Sukoharjo untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait adanya oknum yang melakukan penyerobotan tanah, atau mafia tanah.
“Hasil temuan kami, sebenarnya masih banyak kasus- kasus seperti ini di Kabupaten Sukoharjo. Dugaan tindak pidananya adalah penyalahgunaan wewenang dan muaranya adalah perbuatan korupsi,” ujarnya.
Kepada Kasi Intel Kejari Sukoharjo, Gilang Martino Dwi Cahyo, yang menerima langsung berkas laporan, Kusuma pun meminta agar segera dibentuk tim investigasi untuk melakukan penyelidikan secara mendalam di lapangan.
Kasus ini ternyata belum ada laporan resmi yang masuk ke Kejari Sukoharjo, oleh karena itu kalau kemarin kami hanya membuat statemen, maka hari ini kami melaporkannya secara resmi,” ujarnya.
Menurut Kusuma, tanah aset desa yang diduga diperjualbelikan itu adalah harta negara yang dititipkan pengelolaannya kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo.
Maka sudah semestinya, Pemkab Sukoharjo juga harus bertanggung jawab atas titipan (tanah) dari negara ini. Tanah negara adalah tanah rakyat yang harus dijaga supaya tidak diserobot oleh mafia tanah. Ini juga menjadi pintu masuk bagi daerah-daerah yang lain,” ujarnya.
Disinggung tentang nilai kerugian yang dijadikan dasar laporan, Kusuma mengaku saat ini pihaknya belum melakukan penghitungan secara detail, namun diperkiraan angkanya bisa mencapai miliaran rupiah.
Dalam kasus ini, diduga ada penyalahgunaan kewenangan oknum pejabat, peralihan hak atas tanah tanpa prosedur dan dugaan adanya suap. Karena ini menyangkut produk sertifikat, maka tentunya juga melibatkan BPN,” tegasnya.
Kisruh aset tanah Desa Gedangan bermula dari tukar guling tanah seluas 16 hektar dengan PT Pondok Solo Permai (PSP) pada tahun 1987.
Aset tanah Desa Gedangan ditukar dengan tanah dengan luas yang sama di Desa Parangjoro, masih di kecamatan yang sama.
Dalam perjalanan waktu, belum semua bidang tanah hasil tukar guling yang dibeli PT. PSP di Desa Parangjoro itu disertifikatkan atas nama Desa Gedangan. Bidang- bidang tanah di Desa Parangjoro tersebut semula dibeli dari beberapa warga setempat.
Masalah muncul ketika tim penyelamat aset tanah desa yang dibentuk Kades Gedangan saat ini (2022-Red), menemukan adanya dugaan penjualan aset tanah milik Desa Gedangan yang belum bersertifikat seluas 3.000 m2 di Desa Parangjoro. Pelepasan aset tanah itu diduga tanpa mekanisme Musyawarah Desa (Musdes) yang diatur dalam perundang-undangan.
Meskipun belum bersertifikat atas nama desa, namun tanah dengan nomor persil 130, patok nomor 79 atas nama Sarjono itu sudah tercatat secara administratif sebagai ‘Bondo Desa’,” papar Kusuma.
Sejak 1988 hingga 2017, tanah telah dikuasai dan dimanfaatkan oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Gedangan sebagai lungguh atau lahan garapan Kaur Umum Desa Gedangan.
Selama kurun waktu tersebut, pajak tanah dibayar oleh Pemdes Gedangan dengan nama wajib pajak adalah Kaur Umum. Namun pada 2018 tanah itu diketahui telah berganti kepemilikan atas nama seorang pengusaha berinisial IL.
Raibnya tanah aset desa ini diduga bermula dari permintaan penghapusan aset dari buku bondo desa. Saat itu (Tahun 2018-Red) Gedangan dipimpin oleh seorang Pj Kades,” tegas Kusuma.
Menanggapi laporan LAPAAN RI, Kajari Sukoharjo, Hadi Sulanto menyatakan, sebelumnya juga sudah ada pelaporan terkait dugaan penjualan tanah aset Desa Gedangan. Namun Kajari enggan menyebut siapa pihak yang telah melapor itu.
Intinya sama seperti laporan yang pertama, untuk siapa yang melaporkan, itu harus dirahasiakan. Jadi kami sudah melakukan penelitian selama empat bulan mengumpulkan data. Dan itu sudah selesai, bahwa tanah itu bukan tanah kas Desa Gedangan atas nama Sarjono,” katanya.
Namun begitu, Kajari menegaskan pihaknya tetap akan bertindak jika ada penemuan data dan fakta yang menyatakan bahwa tanah seluas 3.000 m2 yang dibeli pengusaha berinisial IL itu adalah tanah aset Desa Gedangan.
Nanti akan kami ungkap lagi. (Tapi) kalau yang 3,000 m2 itu bukan korupsi. Karena untuk penyelidikan kasus korupsi itu kami dibatasi waktu, maka untuk keseluruhan penyelesaiannya, akan kami dampingi melalui Datun (Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara),” pungkas Kajari. (Red)